Bagi pembaca yang sudah pernah membaca “Kisah Kasih dengan Gadis Misterius” bagian pertama ini bisa di leawti saja. Bagi yang baru kenal, silakan membaca dari awal. Selamat menikmati petualangan masa mudaku.
Setiap menaiki tanjakan setelah pertigaan Kaliwiru, daerah Semarang atas, aku pasti menoleh ke kiri melihat sebuah bangunan sekolah kejuruan terkenal. Dulu di sekolah itu ada asrrama guru Hatiku berdesir, teringat waktu masih tinggal di situ. Ada kisah kasih yang sulit dilupakan. Sekarang asrama guru itu sudah dirombak jadi kelas, karena muridnya terus bertambah. Tak ada bekas dan prasasti, tinggal kenangan mendalam di hati.
Seharusnya asrama guru itu untuk guru muda yang masih bujangan. Tapi ada tiga kamar yang dihuni oleh sebuah keluarga. Keluarga Pak Warno, Guru senior yang dapat fasilitas Yayasan tinggal di asrama. Pak Warno memang ganteng, tapi kecil dan item, sedangkan Bu Warno berperawakan tinggi besar, putih dan cantik. tetapi yang jadi bunga asrama bukan Bu Warno, melainkan kedua adik kembarnya.
Dua cewek ABG itu seperti Bu Warno kakaknya, mereka lebih cantik dan jauh lebih muda. Mereka berdua menepati sebuah kamar yg berbatasan dengan jalan tembus ke gedung sekolah. Mereka duduk di kelas 3 SMP DS yang nerupakan SMP favorit di Semarang. Jadi usia mereka baru 15 tahun. Mereka ikut Mbak Sri (isteri Pak Warno) karena di Blora, belum ada SMP yg baik.
Di meja makan, topik dan menu pokok gossip penghuni asrama pasti tentang si kembar. Maklumlah mereka adalah guru-guru yang masih muda.. Ternyata meskipun kembar, watak mereka sangat berbeda. Tubuh dan wajah memang mirip dan sulit dibedakan, tetapi, watak dan sifat sangat berlainan. Yang luwes bergaul, periang dan selalu tampil seksi itu Devi.Lengkapnya Devi Monalisa. Rambutnya yang kemerahan itu pas dengan kulitnya yang putih.
Rambut itu diurai ke depan untuk menyembunyikan kemontokan buah dadanya. Sehingga terlihat tengkuknya yang putih mulus. Kalau sedang mencuci pakaian, hanya ber celana pendek, pahanya yang putih dibiarkan menjadi santapan mata para penghuni asrama. Kaosnya yang basah kena cipratan air cucian, membuat cetakan jelas dari buah dadanya yang bulat padat. Putingnya tampak menonjol dibalik kaos putihnya yang basah. Hidung dan dagunya runcing apik. Kalau tersenyum dagunya semakin panjang, bibir tipisnya yang merah asli itu tak bisa lagi menutupi sebaris giginya yang rapi. Senyum yang sangat menawan. Sedangkan Dewanti Monalisa, yang biasa dipanggil Lisa, pemalu, tertutup Cantiknya sama, Ya iyalah, kan kembar? Tetapi Lisa punya sedikit kekurangan. Mukanya berjerawat. Mungkin karena ia jerawatan lalu jadi pemalu. Jerawatnya hanya satu dua, tetapi selalu hadir setia di wajahnya yang cantik dan sendu itu. Jarang sekali Lisa keluar kamar. Tak pernah dia terlihat mencuci pakaian. Paling hanya angkat jemuran, dibawa masuk kamar, nggak keluar-keluar lagi.
Semua penghuni asrama mengidolakan Devi. Berlomba mendekatinya. Mereka berusaha mencuri perhatiannya dan menarik hatinya. Prestasi terbaik kita, adalah pernah mengajak dia ramai-ramai ke Simpanglima, Lima cowok satu cewek. Bergantian kita memboncengkan cewek centil ini. Bangga sekali kala dia duduk di boncengan dan memeluk pinggang. Aaaah…. Rasanya bahagia, bangga dan…tak bisa dikatakan. Devi pandai menjaga jarak, tak ada yang merasa paling dekat. Semua diakrabi, tapi tak ada yang berstatus ‘pacar’ Sekali-kali, salah seorang dari kita, dimintai tolong mengantar ke toko buku atau untuk fotokopi. Itu sudah menjadi kebanggaan, diboncengi cewek cakep.
Sementara itu, Lisa tetap “bertapa” di kamarnya. Belum seorang pun dari kita pernah menyapa cewek pemalu ini. Kalau terpaksa berpapasan, hanya menunduk malu dan mempercepat langkah. Sungguh keterlaluan sifat pemalunya. Kalau semua penghuni asrama tertarik pada Devi, aku justru penasaran dengan cewek misterius ini. Begitu lama aku menunggu saat-saat dia keluar dari “persembunyiannya” untuk pergi ke kamar mandi. Seperti normalnya semua orang, apalagi cewek, Pasti suatu ketika kebelet pipis atau apa lah. Karena sifatnya yang pemalu, Lisa sengaja mencari saat lengang untuk ke kamar mandi. Kebetulan banget, kamarku persis di depan kamar mandi. Kamar ini tak disukai karena selalu terpolusi bau kamar mandi.
Aku penghuni terakhir yang terpaksa menghuni kamar ini. Ya sudahlah. Lumayan dapat tempat tinggal ,seandainya terpaksa kost, kan mahal ? Tetapi sekarang aku merasakan keuntungannya. Biasanya sekitar jam sepuluh atau sebelas malam dia pipis. Pagi, dia ke kamar mandi jam empat pagi, di kala kita masih pulas tidur, dia sudah mandi. .
Diam-diam aku merancang suatu acara perkenalan yang unik. Mendekati jam-jam “kunjungan” ke kamar mandi itu aku sudah siap. Lampu kamar kunyalakan terang, pintu belakang kamar kubuka setengah, sehingga bisa terlihat jelas aku tiduran di situ. Makin mendekati jam “J” aku semakin tegang, membayangkan Lisa, tongkiku juga tegang. Aku pakai sarung tapi tanpa CD. Kubiarkan sarung melorot, dan tongkiku tegak gagah teracung. Kuurut pelan-pelan agar nanti saat ada “penonton” semakin tampil besar dan meyakinkan. Semakin tegang, semakin panjang sehingga “topi baja” itu tampak berkilat kena cahaya lampu kamar. Kuperhitungkan posisi ini dari arah Lisa, pasti terlihat.
Srek…srek….suara sandalnya mendekat. Melihat kamarku terbuka, dengan mata setengah terpejam kulihat dia melirik ke arahku, melihat ‘sesuatu yg luar biasa’ dia terkejut lalu menutupi mukanya. Bergegas dia ke kamar mandi. Terdengar suara cewek kencing, “Serrrr……” diikuti suara air “pyuk…pyuk….” Beberapa saat kemudian dia keluar dari kamar mandi, dia berjalan pelan-pelan dan menoleh ke arah kamarku. Melihat aku tertidur dengan mendengkur ( pura-pura), dia yakin kalau aku tertidur pulas. Lisa menatap tongkiku cukup lama. Bahkan Lisa berhenti! Nah,….kena! Sengaja kugerak-gerakan otot ku sehingga tongki itu terayun ayun. Lisa semakin kagum. Dia terkejut saat ada suara derit pintu dari kamar sebelah. Gugup Lisa pergi. Aku pun segera bebenah, supaya jangan ketauan orang lain. Rencana pertama sukses. Malam berikutnya “show tongky” diulang lagi, Sukses lagi.
Malam berikutnya, aku mencoba melihat reaksi Lisa, sengaja pintu kubuka, tapi aku tidur tanpa pamer tongky. Saat lewat di depan pintu dia melirik ke kiri, ke arah pintu kamarku. Tapi, tak ada ‘’pertunjukan’’ Dia terus ke kamar mandi. Terdengar suara seperti biasa “ Sirrr….pyuk….pyuk…” Dia kencing dan mengguyur air. Keluar dari kamar mandi, menengok lagi, tapi tetap tak ada yang pertunjukan. Dia berhenti sebentar, lalu pergi. Aku tahu, Lisa sepertinya kecewa. Setengah jam kemudian, Lisa ke kamar mandi lagi, Pintu kamarku masih terbuka, tapi lampu kumatikan, Lisa berhenti di depan pintu kamar, menoleh ke arah kamar. Gelap. Dia terus ke kamar mandi. Terdengar suara air, tapi tak terdengar dia kencing. Hanya suara air diguur ke lantai, mungkin dia hanya cuci kaki saja. Jadi sebenarnya, Lisa tidak benar-benar mau pipis. Dia hanya penasaran, ingin melihat seperti pada malam-malam sebelumnya, Dia agaknya menduga, itu suatu kesengajaan dariku.
Tiga hari, kubiarkan Lisa kecewa, tanpa melihat ‘pameran tongkat’ Hari ke lima, adalah hari yang menentukan, semua kurencanakan dan kuperhitungkan dengan cermat. Pintu kubiarkan terbuka setengah dan aku tak mengenakan CD, Tongkat hitam mencuat di balik kain sarung. Saatnya untuk mencoba plan “B” Bila gagal aku akan malu sekali. Tapi memang harus dicoba. Seperti biasa lampu tidur nyala temaram, Jam setengah dua belas, Lisa keluar menuju kamar mandi. Suara tivi masih terdengar di kamar sebelah. Tapi juga terdengar dengkur penghuninya keras sekali. Dengan mata setengah terbuka kulihat Lisa menoleh ke kamarku, berhenti sebentar mengamati dengan penasaran karena ruangan dalam kamar kurang jelas, lalu lebih mendekati kamarku yang remang-remang. Cuma sesaat, keburu kebelet pipis, bergegas ke kamar mandi.
Seerrrr….suara pipisnya terdengar jelas. Lalu suara air, pyuk…pyuk… sesaat kemudian Lisa keluar. Pelan…pelan dia mendekati pintu kamarku. Melongok ke arah tempat tidurku. Separuh badannya sudah di dalam kamar. Pintu yang tadinya setengah terbuka tersenggol pundaknya menjadi bertambah lebar. Desis napasku yang teratur, meyakinkan Lisa, bahwa aku sudah lelap tidur. Dia semakin mendekati tempat tdurku. Aku berniat mau menarik tangannya agar jatuh ke atas tempat tidurku, tapi niat itu kubatalkan gara-gara, Pak Widodo penghuni kamar sebelah tiba-tiba keluar mau ke kamar mandi. Lisa gugup dan terpojok. Ia masuk dan menutup pintu kamarku. Bersembunyi dari Pak Widodo. Untung Lisa menutup pintu, kalau tidak aku akan ketahuan tidur tak bercelana. Untung pula aku tidak melaksanakan rencanaku.Sebab pasti akan diketahui orang lain. Aku mempertahankan sikap pura-pura tidur. Tapi jantungku berdegup kencang. Sebelum Pak Widodo keluar kamar mandi, aku pelan-pelan memiringkan tubuh ke arah Lisa, cewek pemalu itu mau mundur, tapi sudah mentok kena tembok. Sambil berpura-pura menguap, aku bangun menggeliat ke kiri dan kekanan lalu berdiri melangkah pelan menuju ke pintu dengan mata masih setengah terbuka. Pura-pura aku tidak menyadari kehadiran cewek yang kini sedang berdiri panik di sudut kamar. Terbersit akal cemerlang utk bikin Lisa “menyerah”.
Sengaja, kusapa Pak Widodo yang berjalan di luar kamar, “Pak Wid, jadi catur nggak? “
“E, Pak Agus belum tidur, to?” terdengar Pak Widodo melangkah mendekati pintuku.
“ Kalau cuma satu partai oke aja,” semakin mendekat .
Tiba-tiba, Lisa mendekati aku sambil menaruh jari di bibir mungilnya.
“Sssst…. Pliisss. Jangan….” Matanya bulat berkaca-kaca, tanda kepanikan. Berhasil !!! Sorak dalam hatiku.
“Pak Wid, kita tunda dulu, ya, besok aku piket pagi.”
“Okeee, aku juga masih ngantuk.” Pak Widodo kembali ke kamarnya. Susah digambarkan keadaan Lisa, malu, bingung dan horny. Jelas dia sudah berada di tempat yang salah. Lisa membeku di sudut kamar, .Diam seperti patung. Aku membaca situasi. Dalam keadaan bugil total, aku mendekati cewek pemalu ini. Lampu besar kunyalakan. pintu kututup dan klik, kuputar kunci. Kutuntun tangan Lisa untuk memegang tongkat hitamku yang panjang dan hangat. Ragu-ragu Lisa menggengggam daging kenyal itu. Mula-mula ada penolakan, Kutempelkan tongkiku yang semakin memanjang ini ke telapak tangannya. Mukanya terus tertunduk malu. Tapi tatapannya tak lepas dari benda aneh di tangannya.
“Pegang aja, nggak apa-apa. Besar, kan?“ kulancarkan jurus-jurus beracun. Lisa tertawa geli untuk menutupi rasa hornynya. Genggamannya makin mantap. Telapak tangannya yang hangat makin memanas ,sehingga tongkiku menegang. Luar biasa, bisa segini panjang. Lebih dari biasanya. Jari-jari Lisa yang putih kontras sekali dengan Mr. P yang hitam berotot hijau itu.
“Lucu, ya” aku tersenyum dan cewek pemalu ini mengangguk tanpa bcara, tapi pandangannya tak pernah lepas Tangan kanan menutupi mulutnya yg terus tertawa geli, tangan kirinya mempermainkan “adik kecilku” Digoyang, disentil malah mengangguk-angguk, maka dia jadi geli. Dari geli lama-lama jadi horny.Tanpa kusuruh, Lisa mengurut-urut Mr. P dengan lembut. Sekali-kali dia mencubit, saking gemesnya.
“Aduh,….sakit …..” Lisa tertawa geli. Aduuuh…manis banget kalau dia tertawa begini. Jerawat di ujung dagunya malah menambah manis saja wajah cantiknya. Saking penasarannya, Lisa jongkok mengamati lebih dekat tongkat ajaibku.
Aku mengharap dia mau menjulurkan lidahnya, tapi Lisa hanya memandang dekat-dekat. Seakan-akan dia tak percaya melihat benda ajaib ini ada dalam genggaman tangannya. Kadang-kadang ujung jarinya mengelus-elus helm dan lubangnya. Tiba-tiba kudengar suaranya lirih bertanya,” Kok, basah…?” Wuiiiih…merdu sekali suaranya.Lirih takut didengar. Aku duduk di kursi dan Lisa tetap jongkok. Kuraih dadanya, Lisa diam saja. Lisa asyik dengan “mainan baru “nya. Setelah kuraba-raba dadanya dari luar, Lisa malah melepas sendiri baju dan kutangnya. Wiii….. persis milik Devi ! Bulat, putih dan kenceng. Kelus-elus memutar-mutar. Lisa merem. Kuremas-remas dengan lembut, Lisa mendesis. Kumain-mainkan putingnya, Lisa menggigit bibirnya. Tiba-tiba…hup….. tongkiku sudah berada di dalam mulutnya yang mungil. Wajahnya yang ayu dan putih itu begitu terang terlihat di dekat selangkanganku yang gelap dan hitam. Mulutnya yang mungil itu monyong dipenuhi daging hitam yang kenyal berdenyut-denyut itu. Matanya yang indah menatap wajahku. Cantiknyaaaa Lisa…….tanpa kusadari aku terus meremas-remas payudaranya. Ketegangan di bawah terus meningkat. Lisa semakin bersemangat mengulum lolipop hitamku. Karena tak tahan lagi, Kuangkat tubuhnya berdiri. Payudara yang bulat indah itu terpampang indah di depanku. Tak tahan aku segera menyusu. Putingnya yang kemerah-merahan itu kujilat. Putingnya semakin mengeras. Lisa mempererat pelukannya sambil terus meremas tongkiku. Di tengah malam yang dingin itu udara terasa panas. Peluh membasahi kulit Lisa, yang mebuatnya jadi licin dan mengkilat di bawah lampu kamar yang terang. Oh, Devi…oh. Lisa……seperti inilah tubuh Devi……. Tapi ini Lisa….Indah sekali…Semua penampakan Devi yang seksi itu kini menjadi nyata pada diri Lisa yang sudah larut dalam gelombang kenikmatan. Tak ada penolakan ketika jariku menyentuh bibir kemaluannya yang hangat dan sudah luar biasa basah.jpg Sudah banjir. Lisa malah membuka lebar-lebar pahanya ketika bibirku mengelus-elus bbir vaginanya. Rambut kemaluannya masih tipis. Lembah segi tiga putih itu, dihiasi rumput htam yang masih tipis. Segaris celah merah jambu membelah lembah yang amat indah itu.
Kutelusuri lembah itu dengan jari tengah, mulut mungilnya mendesis tertahan. Kusenggol-senggol kacang merah di ujung celah itu. Dari mendesis ganti melenguh. Makin lama celah itu semakin basah. Sengaja kutangkap bibirnya dengan bibirku saat kumasukkan rudalku ke sarang berlendir itu. Dengan gelagapan dia mlumat bibirku.
“Sssshh…… hff….hfff….uuhh….” Dia menjerit tertahan saat perawannya tertembus. Air mata menitik di ekor matanya. Tapi beberapa menit kemudian, rasa sakit itu sudah tertutup oleh kenikmatan yang menyusul. Semua pakaian sudah tercerai berai di lantai. Di kasurku yg lusuh ini sekarang terbujur tubuh putih indah yang pasrah. Payudaranya yang bulat terayun-ayun saat sodokan demi sodokanku mengguncang tubuhnya. Peluh Lisa semakin banyak. Aku pun basah kuyup. Bau keringatnya sangat kuat. Sebetulmya itu bukan bau yang sedap, tapi saat itu, sangat membangkitkan adrenalin. Desahan Lisa sangat keras, aku kawatir desahannya terdengar dari kamar sebelah. Berisik banget cewek ini.
Akhirnya tengah malam itu, Lisa mandi krim dan lendir kenikmatan di wajahnya yang ayu dan sendu. Setelah berpakaian lagi, Lisa masuk kamar mandi, bersih-bersih dan berjalan gontai ke kamarnya.
Masih dalam keadaan bugil aku merenungkan kejadian yg baru saja berlalu. Ternyata gadis pendiam ini menyimpan bom wajtu. Sifatnya yang tertutup membuat semua keinginannya hanya tersimpan tak tersalurkan. Si pemalu ini ternyata sangat agresif. Ya ini yang disebut sedikit bicara banyak bekerja. Heran…. Tak bicara apa pun….? Bahkan kami tak sempat berkenalan dan saling menyapa. Mr. P malah sudah berkenalan dengan Miss V, Oh…. Nasib…nasib.. Aku tertidur sampai pagi dalam keadaan bugil.
Paginya, aku bangun kesiangan ….. hampir terlambat kerja.Di jalan raya kulihat Lisa berdiri menunggu angkot dengan gelisah. Eeee…. Lisa juga terlambat. Lisa tidak menolak ketika kuantar ke sekolahnya. Biar saja aku terlambat. Asal kekasihku rahasia….tidak terlambat.
Begitulah, setiap kali saling membutuhkan, kita berdua gantian kunjung kamar. Tanpa banyak bicara. Tak ada kata terucap. Buka pintu. Senyum. Berciuman. Berguling-guling di kasur Lalu…… terjadilah yang harus terjadi..Desahannya mewakili kata-katanya…Ooohh…aaahhh………mmmhhh………
Hubungan kami berdua benar-benar rahasia. Tak ada penghuni asrama yang tahu. Lisa tidak ingin diketahui bahwa ia berpacaran denganku. Sifatnya tetap tertutup. Itulah pengalamanku pacaran dengan cewek misterius. Kalau sedang ada maunya, oohh…. dari kamar mandi langsung menerobos masuk kamar dan “menerkam” dengan ganas. Tanpa basa-basi, tanpa malu-malu. Ganas dan panas. Wajah Lisa yang sendu terbayang nyata di pikiranku saat lewat tanjakan di pertigaan Kaliwiru itu.
Saat lewat di tanjakan ini, Aku teringat peristiwa mesra bersama dia. Oh….Lisa.
----------------------------------------------------- crotzzzzzzz-------------------------------------------
Braders and Sisters, bagaimana reaksi penghuni asrama lainnya dan…. Devi?
Aku belum sempat menulis, Sudah keburu pagi. Tunggu di seri berikutnya.
Kisah Kasih dengan Gadis Misterius ( 2 )
Perkenalan :
Dalam cerita pertama “Kisah kasih dengan Gadis Misterius” para pembaca sudah mengenal sepasang cewek kembar, Devi Monalisa dan Dewanti Monalisa, yang pertama dipanggil Devi, yang kedua panggilannya Lisa. Meskipun kembar fisiknya, tetapi wataknya jauh berbeda. Devi mudah bergaul dan agak ekshibitionis, sedangkan Lisa - adiknya – pemalu dan menutup diri. Para penghuni lebih sering melihat Devi yang sengaja mondar-madir di ruang tengah saat kita sedang makan siang atau nonton tivi di ruang tengah. Devi suka digodai, dia menikmati canda nakal penghuni asrama. Sedang Lisa jarang muncul. Jarang sekali kita menjumpai si cantik yang misterius ini. Dia muncul saat ruang tengah sepi. Sengaja menghindari keramaian. Karena sifatnya yang pemalu ini menjadikan dia seorang cewek misterius.
Sudah terbukti dalam kisah yang pertama, bhw ternyata, Lisa si pemalu ini, mempunyai nafsu yang luar biasa, bagai api dalam sekam. Sifatnya yang tertutup itu, mengakibatkan tertimbunnya potensi seksual yang perlu disalurkan.
Perangkap Buat Pak Guru
Kisah ini sudah tertimbun jaman, tetapi masih segar dalam ingatan, karena memang terjadi dan saya alami secara nyata di sebuah asrama guru di Semarang, tahun 1975, mungkin para pembaca belum lahir. Jika Anda sudah mengenal kota Semarang, tentu tahu sebuah SMK swasta terkenal yang berada di Semarang atas. Dari jalan hanya terlihat lapangan basket dengan dinding kawat yang tinggi. Dari jalan raya, kita harus berjalan mendaki cukup tajam menuju gedung sekolah, yang halamannya ditandai dengan sebuah pohon mahoni yang sangat rimbun, yang membuat halaman sekolah teduh. Waktu itu belum ada bangunan SMP “F” di bawahnya atau bangunan SMA ‘M” di atasnya. Kalau siang ramai, karena banyak siswa, tetapi kalau malam, sepi dan lengang. Rumah penjaga sekolah berada di bawah dekat lapangan basket. Suasana seperti itu yang mendukung terjadinya kisah ini. Karena asrama berada satu kompleks dengan gedung sekolah, maka pada malam hari para penghuni asrama bisa leluasa, masuk keluar ruang-ruang kelas yang luas dan lengang itu. Di kegelapan ruang-ruang kelas itu, saya sering bertemu secara rahasia dengan kekasih gelap, Gadis Misterius itu.
Dulu belum ada hape, jadi jarang bisa bekomunikasi. Cara kita berkomunikasi hanya lewat surat, tanpa alamat. Surat bisu atau surat kaleng. Kadang dititipkan kepada Mbok Sar, juru masak asrama, tetapi tidak jarang hanya berupa bola kertas yang terkesan seperti sampah, di lempar ke kamarku, yang dekat kamar mandi asrama. Dia melemparkan bola kertas itu cepat-cepat, sembunyi-sembunyi, sambil menuju kamar mandi. Pintu kamarku sengaja kubuka sedikit, mengetahui kebiasaan cewekku yg aneh ini.
Tau-tau ada “kertas lusuh” di tempat tidur. Hatiku berdegup ketika membuka surat rahasia ini. Isinya sangat singkat, tak ada kata-kata mesra. “Nanti malam kutunggu di ruang Tiga B” Artinya, nanti malam Lisa pengen ketemu di ruang kelas 3B, yang bersebelahan dengan kamar dia. Aku sudah tau jam berapa dia biasa keluar, jam 9 malam, saat penghuni asrama nonton “Dunia dalam Berita” TVRI, satu-satunya siaran TV waktu itu, belum ada TV warna. Di saat semua penghuni asrama menikmati Dunia dalam berita, kita berdua menikmati dunia kita sendiri. Tanpa kata-kata, hanya bahasa tubuh yg mengungkapkan gejolak perasaan. Dalam keremangan kelas, bertemu, berpelukan, berciuman dan saling meraba. Samar kulihat kecantikan wajahnya dari pantulan sinar lampu asrama yg menembus jendela kelas. Dikegelapan malam, tubuhnya tetap keliatan putih, mengalahkan kekelaman di sekitarnya. Begitu lengang suasana di situ, hingga bunyi cecak berdecak terdengar menggema. Maka rintihan nikmat yang selembut apa pun dari mulut mungilnya terdengar jelas mengema, saat jari-jari nakalku mulai mengelus paha mulusnya yg berbulu halus. Apalagi saat ujung jariku menyentuh bibir bawahnya yg baru ditumbuhi rambut-rambut tipis. Lenguhan manjanya terpantul dinding kelas, yang sering membuat dia terkejut sendiri, karena begitu kerasnya.
Bila dia sampai melempar kertas surat rahasia, itu artinya “tagihan” sudah menumpuk, perlu segera dilunasi.Timbunan kentang udah berkarung-karung. Perlu dicairkan, istilah sekarang. Itu terjadi sebulan sekali, bila mendekati masa haidnya. Cewek ayu yang baru berusia 15 tahun itu sudah kecanduan. Bukan “bubuk putih” tetapi “krim putih”. Maka pada saat-saat bercinta seperti itu, kalau aku terlalu lama “main-main” dia protes. “Ayo masukin, keburu beritanya abis!” bisiknya di telingaku sambil mencubit pahaku kuat-kuat. Aku cepat tanggap, memang waktu bercinta kita hanya dibatasi durasi sekitar 45 menit. Sebelum penonton TV bubar dan kembali. ke kamar masing-masing, Lisa harus sudah masuk kamarnya lagi. Begitu tongki bersarang di tempatnya, Lisa bagai kesetanan. Nafasnya memburu, pantatnya memutar-mutar. Jika awalnya dia di bawah, pasti akhirnya dia minta di atas, melenggang-lenggok sepuasnya, hingga tubuhnya mengejang dan akhirnya ambruk di dadaku. Dengan badan lemas dia memunguti beha dan celana dalam yang berserakan. Rok diturunkan lagi, rambut dirapikan sekenanya, lalu segera keluar tergesa-gesa, berjalan berjingkat menuju kamarnya. Aku ditinggal sendirian di ruang kelas yg gelap itu. Aku pun tak mau ketauan teman-teman kalau habis “kerja lembur” Tidak sampai dua menit aku masuk kamar, berita sudah selesai. Biasanya Bu Warno dan Devi pergi ke kamar mandi dulu, aku bisa melihat mereka berdua dari celah pintu yang sengaja sedikit kubuka. Hmmm…..cantiknya Devi, putih…montok….terlalu sempurna….seandainya tadi aku bercinta dengan Lisa ditempat terang, pasti kulihat Lisa seperti Devi. Karena mereka kembar.
Devi merupakan “bunga” asrama. Buah bibir penghuni asrama. Semua mendambakan Devi. Bisa duduk dekat Devi waktu nonton tivi, sudah merupakan kebahagiaan tersendiri. Bila Devi mau “turun” (karena letak asrama memang jauh tinggi dari jalan raya), berebutan kita menawarkan jasa untuk nganter dia. Biasana dia minta diantar ke Pasar “ J” saat disuruh Bu Warno, kakaknya. Bisa memboncengkan Devi, wwuuuah….bangga sekali. Pulang dari nganter, pasti menuai sindiran dan ejekan yg bernada iri dari penghuni asrama yang lain. “Wah…..dapet rejeki nomplok…bagi-bagi!” atau…”Duuh…sombongnya….yg baru ditempel peri cantik”
Sore itu sebelum makan malam, Mbok Sar ke kamarku,
“Nak Agus. Ini surat dari dik Lisa.” Mbok Sar tersenyum nakal , “surat cinta, nggih Pak guru ?”
“Halah, Mbok Sar, bisa aja. Ini lho, disuruh beli bolep lampu. Lampu kamarnya putus.”
“Oh, he-eh, kamarnya gelap. Kasihan nggih? “ tapi Mbok Sar tetep senyum nakal sambil ngeloyor pergi. Wanita tua ini memang jadi kurir kepercayaan Lisa. Selain surat aku sering juga dapet kiriman makanan, atau rokok. Makasih Mbok Sar.
Cepet-cepet aku pergi ke kamarnya, sebelum kamar makan penuh orang. Kamarnya gelap, Hanya diterangi pantulan sinar dari luar, karena pintu dibiarkan terbuka. Tanpa mengetuk pintu aku nyelonong masuk dan mendadak…………disergap sebuah ciuman, aku kaget dan gelagapan. Tumben dia seberani ini, saatnya masih ramai, habis magrib, masih banyak orang. Dalam kegelapan aku berciuman sesaat. Setelah lepas, telingaku dibisiki “cepet beli lampu, nih uangnya, cepet keluar!”. Beberapa lembar kertas dimasukkan di saku celanaku, sambil menyenggol “penghuni celana” Nakal. Mungkin karena situasi yang darurat, Lisa berbuat begitu. Aku segera ambil motor lalu turun ke pasar Jatingaleh, beli bolep lampu. Sekembalinya ke asrama, ruang makan sudah penuh orang. Meja makan dipenuhi penghuni asrama, satu kursi kosong.
“Darimana Pak Agus, kok buru-buru?” Pak Widodo menyelidik. Dia penghuni terdekat dengan kamarku, sering mencurigai adanya keanehan di kamarku.
“Beli lampu….. (Ups)” aku keceplosan. Harus segera bikin alasan yang masuk akal.
“Kayaknya masih jreng, kan aku dulu yang pasang, sebelum Pak Agus pindah ke sini?” Addduh…..dia tau. Kutenangkan diriku. Aku ambil piring, ambil nasi sambil mikir jawaban dan alasan yang tepat.
“Yaaa, untuk persediaan. Aku kan nggak tau kalau itu lampu masih baru.” Pak Widodo tidak bertanya lagi.
Teman yang lain sudah asyik dengan topic pembicaraan yang lebih menarik…. Devi. Besok pagi ulang taun Devi, pada mau bikin kejutan untuk sang idola. Aku tercenung….! Berarti ini juga hari ulang taun Lisa,…..kekasih gelapku? Aku mau ngasih apa, ya? Selesai makan aku belum berani ke kamar Lisa untuk memberikan lampu. Kucari Mbok Sar.
“Mbok Sar, ssst….. titip berikan lampu ini ke dik Lisa. Jangan sampe Pak Widodo tau. Bahaya…..” Mbok Sar mengangguk dan senyum nakalnya tak ketinggalan. “Nggih, nggih……” dia menerima tas kresek hitam berisi lampu itu dan segera pergi ke kamar Lisa yang gelap. Baru saja aku masuk ke kamar, mau ganti pakaian, Mbok Sar mengetuk pintu kamar.
“Ada apa, Mbok…?” aku menunduk karena Mbok Sar berbisik. “Nanti suruh masang lampu. Nggak bisa pasang sendiri.”
“Oooo…..” aku tau rencana Lisa. Aku harus datang ke kamarnya nanti malam. Pasang lampu dan acara sesi tambahan seperti biasanya.
Lima menit sebelum TVRI menayangkan “Dunia dalam Berita” aku sudah menyelinap ke ruang kelas 3B, di sebelah kamar Lisa, dari sana aku bisa menyelinap ke kamar Lisa tanpa diketahui penghuni yang laen yang sedang asyik di depan TIVI besar milik asrama. Kutengok kelas 3 B, kosong. Biasanya aku bercinta di ruangan ini. Dengan cepat aku mengendap masuk kamar Lisa, tanpa mengetuk. Begitu melangkah ke dalam, ada bau aneh, bau parfum atau bedak, pokoknya wangi. Mataku masih belum terbiasa berada dalam gelap, Pelan-pelan kudekati tempat tidur, yang terlihat putihnya sprei. Ada sosok Lisa duduk di tepi tempat tidur.
“Mana lampunya, sini kupasang!” kudekati Lisa yang seperti biasa tak pernah bicara. Tanganku ditarik untuk ikut duduk di tepi kasur. Lisa memeluk dan merabahkan kepalanya di dadaku.
Malam ini dia berlaku lembut. Kaca mataku dilepas dan diletakkan di atas bantal. Aku berkaca mata tebal, minus 17. Tapi apa bedanya pakai kaca mata di tempat gelap seperti itu. Lisa mengecup bibirku lembut. Rambutku dibelai-belai. Malam ini Lisa aktif mencumbuiku. Biasanya dia diam, menunggu “serangan” “Pintunya…” bisiknya pelan. Aku melangkah untuk menguci pintu. Kamar jadi gelap total. Tapi mataku sudah terbiasa dalam gelap kini, hanya kabur saja, karena tak pakai kacamata. Aku beringsut nelangkah mendekati tempat tidur lagi. Belum sampai ke sana, di tengah kamar, di depan lemari pakaian, aku sudah disergap ciuman dan pelukan. Ketika kuraba punggungnya, tak ada lagi baju, bahkan bra pun sudah lepas. Bibir-bibir kami terus berpagutan, tanganku turun ke pantatnya, tak ada sehelai kain pun di sana. Lisa sudah bugil total. Ciumannya kali ini lebih hot daripada biasanya. Satu persatu kancing bajuku di lepas. Celana panjang sudah dipelorotkan. Jari-jari mungil Lisa yang lembut dan hangat, menyentuh bola-bola di bawah kemaluanku. Bergetar seluruh sarafku, menjalar sampai ke ujung rambut. Aku masih berdiri, Lisa juga masih berdiri, tangan kanan merabai dadaku, tangan kiri mengelus-elus batang kemaluanku yang semakin tegang.
“Iih….bisa besar begini ya?” bisik Lisa lirih….
“Dadamu juga lebih besar malam ini” aku membalas memuji dadanya yang semakin membusung, karna aku rajin “memijat” setiap kali bertemu. Kuraba lembut susunya yang empuk dan hangat. Dalam gelap seperti itu, masih juga tampak putih mulus. Kini aku yang jongkok, Lisa tetap berdiri, kujilat perutnya, terus ke bawah ke pusarnya lalu ke rambut-rambut kemaluannya yang masih tipis.
“Sssss……..mmmh” rintihnya membangkitkan nafsuku untuk meneruskan “perjalanan” ke lembah berikutnya. Lidahku mulai menari-nari di celah hangat Miss “V” nya. Lidahku merasakan cairan asin. memiawnya sudah basah. Kujulurkan lidahku, mengorek lebih dalam celah itu.
“Oooohh……….terus Masssss….” Malam ini aku lebih bersemangat karena Lisa memberi semangat lebih dari biasanya. Lisa meremas rambutku, menjambak dan mencakar pundakku saat lidahku menari-nari di dalam memiawnya. Lisa lemas dan rebah di lantai kamar yang beralaskan karpet. Aku berdiri melihat ke bawah, sesosok bayangan putih di bawah sana. Mataku memang payah banget, Tak bisa melihat keindahan yang tersedia di depannya. Aku bersimpuh di bawah pantatnya, kakinya kubentangkan, pahanya kulebarkan. Tongkat hitamku berdenyut-denyut saat kuarahkan ke lubang menganga di depannya.
“Pelan-pelan ya, Masssss…” Lisa berbisik seperti ketakutan.
“Tenang, Dik. Seperti biasanya pasti enak kok.” Pelan kubisikkan di telinganya. Lisa menangguk. Kucium kedua payudaranya sebentar, kembali kuarahkan batangku ke memiawnya. Ketika ujung tongkat ajaib itu menyentuh celah hangat itu, terasa menjalar gelombang kenikmatan tiada tara, seperi sengatan listrik melanda seluruh syaraf.
“Uuuuuh…..aduuu….ssss pelan ya Masss” rintih Lisa.
Malam ini agak susah masuk memang. Mungkin karena gelap dan aku gak pake kacamata. Aku tau diri, sengaja kumasukkan separo lubang. Lalu kupukul-pukulkan ke bibir mekinya. Kusodok-sodok kacang yg membengkak di celah kemaluannya. Setelah Lisa menggeliat gak tahan, kembali Mr P kumasukkan lagi. Kali ini bisa lebih dalam dan lebiiiih dalam.
“Huuuuu……ffhfhfh….ssssakit” Lisa merintih. Tetap kuhunjamkan lebih dalam, Kupagut lehernya yang jenjang. Kugigit daun telinganya. Lisa lebih tenang sekarang. Bahkan kini pantatnya diangkat dan diputar-putar. Luar biasa. Saat pantatnya naik turun, bunyinya berkeclap-keclap memecah sepinya kamar, dibareni bunyi dengusan nafas-nafas kami yang memburu. Leherku diraihnya, kami berciuman sambil bergulingan di karpet. Akhirnya posisi Lisa di atas, itu posisi favoritnya. Makin lama goyangannya makin menggila. Lubangnya semakin basah dan semakin panas.
“Hoooh…hoooh….. aahhhh….hoooh….” bagai kuda berlari, Lisa mempercepat gerakannya dan…tba-tiba berhenti, kepalanya mendongak, “ Aaahhhhhh…” keringatnya membasahi dadaku. Cairan hangat membanjir. Lisa rebah ke samping tak berdaya, nafasnya masih tersengal-sengal, sambil telentang di sampingku. Perjuangan menuju puncak yang melelahkan baginya. Tetapi tidak sampai sepuluh detik, tiba-tiba sebuah bantal menutup mukaku, aku gelagapan tak bisa bernafas dengan bebas. Belum tuntas tanganku menyingkirkan bantal dari mukaku, tubuh Lisa menunggangiku lagi. Batangku yang masih tegak diarahkannya lagi ke lubangnya yang basah.
“Hahhhh….sssss…hahhhh…..sssssss” Lisa mendesah dengan suara khasnya seperti orang kepedasan. Kubuang bantal yang menutup wajahku, kartena mengganggu pernafasanku. Kini kulihat lagi tubuh putih menggeliat-geliat dan berputar di hapanku. Tiba-tiba Lisa menghentikan gerakannya, saat terdengar langkah-langkah di luar. Ooh….penonton tivi sudah bubaran ! Celaka !
“Lis, kamu gak takut Devi masuk kamar? “ aku mengingatkan. Biasanya dia main cepat, kejar waktu dengan Dunia dalam Berita.
“Gak apa, sudah tau kok.” Singkat jawabnya. O, jadi selama ini Devi sudah tau kalau aku pacaran sama Lisa. Mereka anak kembar, biasanya mereka kompak. Susah dan senang dirasakan bersama. Tapi aku tetep cemas juga, kalau tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Setelah membeku beberapa detik, dengan tongky tetap didalam meqi, suara langkah di luar tak terdengar lagi. Lisa mulai aktif, dari pelan makin lama makin mempertinggi tempo goyangannya. Kuat sekali cewek ini. Baru beberapa detik sudah bangkit mengganas lagi. Tapi Lisa tidak bsa bertahan lama di atas. Dia rebah di lantai. Pahanya dibuka lebar. Aku diminta di posisi atas. Aroma keringatnya yang khas menyeruak. Tajam sekali. Bau bedak wangi sudah hilang. Kurebahkann diriku di atas dadanya. Kudekap erat tubuhnya sambil kegenjot semakin cepat. Rasanya aku sudah mendekati puncak. Gelombang denyutan semakin menghebat menuju ujung perjalanan. Lisa juga memercepat tempo dengan memutar-mutar pantatnya.
“Oooohhh…………” pantatnya diangkat, tubuhnya mengejang. Di saat hampir bersamaan aku muntahkan semua peluruku ke dadanya yang putih. Saat dengus-dengus nafas kami mereda. Susana sunyi terasa. Tenagaku terkuras habis oleh cewek perkasa ini. Kukemasi pakaianku. Kukenakan sekenanya. Aku keluar kamar, dan ruang makan sudah sepi. Aneh, berarti sudah jam sebelasan malam. Gila aku main nonstop dua jam? Kamarku masih terbuka dengan lampu menyala. Ah ceroboh bener aku. Pasti teman-teman curiga, ke mana aku pergi. Ah, masa bodo….! Aku lemas tak berdaya. Langsung tidur, lampu kumatikan tapi pintu tetap kubiarkan terbuka. Karena tubuhku panas sekali Sampai pagi.
Sambil mandi pagi, aku berpikir, kenapa Devi tidak kembali ke kamar ya? Apa dia tidur di kamar Kakaknya, kamar Bu Warno? Ah, tidak mungkin. Kan ada Pak Warno ? Jangan-jangan……Devi melihat semuanya di kamar itu, waktu aku sedang ML dengan adiknya. Wah, gila ……!
Hanya dengan handuk terbelit di tubuh selesai mandi, aku kembali ke kamar. Kacamata kutinggal di kamar. Biasanya memang seperti itu. Aku masuk dan setelah menutup pintu belakang. Aku meraba-raba di kasur mencari kacamata, Tidak ketemu. Rasanya aku menaruh di kasur. Kok tidak ada. Ya, sudahlah, yg penting aku pake cd dan kaos dalam dulu. Keburu terlambat ke sekolah. Kubuka lemari pakaian. Untuk mencari pakaian seragam hari itu. Tiba-tiba dari balik lemari pakaian muncul Lisa memberikan kacamata…..Aku kaget. Ih….untung belum buka handuk. Lebih kaget lagi setelah kacamata kupakai, ternyata yang berdiri di hadapanku adalah……..D e v i.
Devi tersenyum manis. Manissssss sekali. Tak kukira dia mau mengunjungi kamarku yg berantakan begini. Sepagi ini. Devi sudah berpakaian seragam sekolah lengkap. Cantik, segar, smart. Pokoknya sempurna.
“Massss……terima kasih hadiah ulang taun semalam.” Hah? Aku terkejut dan heran. Hadiah apa?
“Maaf…aku merebutnya dari adikku. Selama ini adikku berkali-kali merasakan. Sekali-kali aku dong.”
Hah? Jadi…………………………..?
“Makasih udah dibeliin lampu, tapi lampunya nggak puutus. Tuh masih kusimpan. Buat persediaan.” Lancar Devi menjelaskan kronologi scenario peristiwa semalam. Sudah lama Devi tau kelakuan adiknya. Malah beberapa kali, diam-diam dia mengintip perbuatanadiknya. Akibatnya, malah dia horny sendiri.
“Ya, semalam aku itu Mas, yang pertama……baru adikku..Sengaja aku lepas kacamata mu. Maaf. Lisa bawa bantal, buat menutup matamu, biar gak tau kalau dia gantiin aku”
Ooo, jadi…………………………..? Pantes habis dapet big “O” kok bisa seganas itu. . Aku menundukkan dua monster cilik ini. Wedddeew…..pantesan loyo banget. Dua jam, nonstop !
“Tapi aku tak akan merebut kebahagiaan adikku. Itu yang pertama dan terakhir. Ini tetap rahasia di antara kita bertiga” Devi memegang tanganku minta kepastian dan kesanggupanku menjaga rahasia itu. Dalam hati aku berkata, “Ada yang pertama, pasti ada yang kedua.” Tapi aku tetap membisu.
Aku tak mampu berkata-kata. Oh, Devi……ternyata kamu bikin perangkap. Pantes banyak keanehan malam itu. Bau bedak wangi itu, lalu ciuman yang lembut dan…… aku tercenung…….tadi malam aku mengambil keperawanan Devi………pantesan dia bilang “ pelan-pelan….Mas”
“Heh…..sadar…….Mas….” Devi merenggut handuk dari tubuhku. Menyadarkan aku, geragapan tanganku menutupi si joni yang pagi itu terlihat culun.
“Hihihi…..gitu aja Lisa kok suka ya?” Devi senyum nakal, aku salah tingkah. Sambil ngedumel aku kenakan pakaian cepat-cepat sambil ditunggui cewek cantik. Mataku tak lepas dari Devi, dalam seragam biru putih pagi itu, Devi tampak masih seperti anak-anak. Jauh berbeda dengan tadi malam. Tahu dirinya diperhatikan, Devi malah senyum menggoda. Rok birunya dinaik-naikan, hingga pahanya yang putih, menyilaukan mataku. Terasa keras sekali otot di balik celanaku.
“Mas, ayo dikeluarin…..aku pengin liat” Devi dengan berani memberi perintah.
“Ah, udah kesiangan. Terlambat kamu nanti.”
“Cepaaat, Ayo buka. Aku mau lihat. Tadi malam gelap, sih.” Berbeda sekali dengan Lisa. Devi galak.
Kubuka resliting dan Mr. P sudah jauh lebih besar dan menantang sekarang. Agak kemerah-merahan.
Devi memandangi terus otot jawa yang hitam kemerahan ini, tangannya baru saja mau menyentuh, saat terdengar Bu Warno bertanya dengan suara keras kepada Mbok Sar, “Mbok, priksa Devi, pun mangkat nggih?”
Mendengar suara kakaknya mencarinya, Devi membalikkan tubuh, membuka pintu kamar depan, dan langsung kaboooor, turun ke jalan raya. Aku memasukkan kembali si kecil yang kecewa nggak jadi disentuh. Tapi…..pagi itu aku merasa sangaaaaat bahagia. Aku sampai lupa makan pagi. Terus berangkat mengajar. Deviiiii……….oh Devi. Perngkapmu sungguh menyenangkan.
Perangkap Buat Pak Guru
5/
5