Jaim jadi Jail

cerita seks indo

Cerita ini mempunyai tokoh utama bernama Evi, suaminya adalah seorang nahkoda pada perusahaan cargo asing. Mereka belum mempunyai anak, padahal usia perkawinan mereka sudah hampir 4 tahun dan menurut dokter mereka berdua sehat. Evi berusia 25 tahun, berkulit putih bersih, dengan tinggi 172 cm dan berat 50 kg, payudaranya berukuran 36 B. Dulu ia merupakan kembang desa di kampungku. Dia dan suami dari Sumatera Barat. Setelah menikah suaminya mengajak merantau ke Jakarta, untuk karirnya dan supaya Evi mengenal kota besar katanya. Suaminya telah membeli sebuah rumah di Jakarta. Rumahnya terlalu besar menurutku untuk mereka tinggali berdua saja. Jadilah Evi seorang diri berbenah di rumah, waktu ia di kampung suka mengerjakan pekerjaan rumah sendiri sehingga ketika suaminya menawarkan untuk mencari pembantu ia menolaknya. Lama kelamaan Evi suka kesepian kalau di rumah terus, soalnya suaminya kalau bertugas paling cepat 2 bulan baru kembali. Akhirnya Evi mengikuti pengajian dilingkungan sekitar rumahnya untuk menghilangkan kebosanan menunggu rumah. Oh ya..sejak menikah Evi mengubah penampilannya, sekarang ia menggunakan jilbab dalam berpakaian sehari-hari. Kelompok pengajiannya diikuti lebih kurang 22 orang. Mayoritas dari mereka mengenakan jilbab sehari-harinya.

Di dalam kelompok pengajian Evi akrab dengan Jamilah, anak dari guru mengajinya yang tinggal 1 blok dari rumahnya. Evi dan Jamilah memang seusia, Jamilah berusia 25 tahun dan belum menikah. Penampilan Jamilah menuruni dari ayah dan ibunya yang keturunan Arab, wajahnya jelas sekali menunjukkan ia keturunan Arab, kulitnya putih bersih, tingginya sekitar 175 cm dan beratnya 55 kg, Evi suka mereka-reka ukuran payudara Jamilah yang kayaknya lebih besar dari punyanya. Jamilah sangatlah modis dalam berpenampilan, Evi suka memintanya mengajari dalam cara berpakaian. Jamilah juga mengenakan jilbab seperti Evi, tapi ia selalu berpakaian modis dan trendy bahkan sesekali jubahnya agak ketat dan dipadukan dengan celana jeans, kadang-kadang Evi bingung dengan caranya berpakaian walaupun tertutup rapat tapi terlalu ketat menurutnya. Sedangkan Evi lebih suka berbaju kurung saja dan berjilbab tertentunya. Jamilah mengajar TPA yang berjarak 2 rumah dari rumah Evi. Evi suka memuji kecantikan Jamilah yang makin terlihat bila ditambah dengan dandanan yang modis dan trendy, ia hanya tersipu-sipu saja bila mendengar pujian Evi tersebut, saat ia lewat di depan rumah ketika berangkat dan pulang mengajar. Jamilah juga suka mampir ke rumah Evi bila pulang mengajar yang hanya sampai jam 11, biasanya ia menemaninya membereskan rumah sambil ngobrol sesana kemari.

Suatu saat Jamilah mampir ke rumah Evi setelah selesai mengajar, ia mengenakan jilbab berwarna putih, berbaju muslim dan celana kulot berwarna coklat muda, ketika itu Evi seperti biasa mengenakan jilbab berwarna putih dan baju kurung berwarna pink. Mereka pun kemudian asyik dalam obrolan, suatu ketika Evi memperhatikan jari-jari tangan dan kaki Jamilah yang sepertinya dilukis.
‘Aduh Mila, jari-jari kamu iniiii. Indah sekali sihhh...’, sambil meraih tangannya dibawa ke pangkuan Evi.
Jamilah hanya tersenyum saja sambil mengamati Evi. 'Oh, lembut sekali...tanganmu Mil..' sambil memasukkan jari-jarinya di antara jari-jari tangan Jamilah. Kemudian Evi sedikit memilin-milin jari-jari tersebut. Entah kenapa sepertinya Jamilah menikmati pilinan jari Evi pada jarinya. Jamilah menarik nafas panjang kemudian menghembuskan dengan cepat, mengeleng-gelengkan kepalanya seperti orang yang tegang lehernya, jilbabnya bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan kepalanya.
'Kamu kenapa Mil?' tanya Evi keheranan.
'Eh, ngak kok cuman leher agak pegel-pegel aja' jawab Jamilah agak gugup.
'Oo..' balasnya. Tapi pengalaman dan naluri kewanitaan Evi yang berpengalaman tahu bahwa itu adalah tanda-tanda wanita yang sedang terangsang. Timbul pikiran kotor untuk mengerjai Jamilah, apa benar ia terangsang hanya oleh remasan jariku pada tangannya. Soalnya bila sedang sendirian kadang-kadang Evi juga menghayalkan sedang bersetubuh dengan suaminya apalagi bila libidonya sedang tinggi, ia suka jadi pusing-pusing bila menahan nafsunya itu, bila tak kuat menahannya badan terasa panas dan ia suka ke kamar mandi dan menyirami tubuhnya yang masih berpakaian lengkap, jilbab dan pakaiannya dibiarkan basah sambil berusaha mengatur nafasnya yang akan terengah-engah, kemudian ia akan meraba-raba tubuhnya yang masih mengenakan jilbab dan pakaian lengkap itu terutama daerah payudara dan kemaluan sambil membayangkan disetubuhi oleh suamiku, ritual itu baru berakhir bila ia sudah mencapai orgasme, pertama-tama ia malu pada dirinya sendiri, tapi lama kelamaan menikmatinya, memang aneh sejak menikah ia jadi ketagihan untuk digauli oleh suaminya, suatu hal yang tidak pernah dipikirkan ketika belum menikah. Tapi apakah Jamilah yang masih single juga suka membayangkan hal-hal seperti itu, apalagi ilmu agamanya lebih dalam dari Evi.
'Kita pindah ke kamar yuk, biar sekalian aku pijitin kepalamu Mil' kata Evi sambil menghentikan remasan jarinya pada tangan Jamilah. Evi pun segera berdiri sambil merapikan jilbab dan bajunya lalu berjalan ke dalam kamar tidur. Ia dapat melihat wajah Jamilah seperti menunjukkan kekecewaan ketika Evi menghentikan remasan pada tangannya. Ia pun segera berdiri dan merapikan jilbabnya dan mengikuti Evi ke dalam kamar.

'Ayo tiduran biar enak dipijatnya' kata Evi sambil duduk di pinggir tempat tidur.
'Gak usah Vi, ntar juga hilang sendiri' jawabnya sambil duduk di bangku meja rias dan melihat-lihat peralatan rias.
Evi kemudian berdiri dan berjalan mendekati Jamilah, kemudian memijit-mijit pundaknya. Entah setan apa yang tiba-tiba merasuki dirinya, Evi ingin sekali menggoda melihat Jamilah bila sedang dalam keadaan terangsang, apakah seperti yang ia pernah rasakan apa lain. Jamilah diam saja ketika Evi mengangkat sedikit jilbab bagian belakang dan menariknya ke arah depannya, sehingga Evi dapat melihat leher bagian belakang Jamilah. Ia membiarkan Evi memijit-mijit lehernya, lehernya memang terasa kaku, tapi yang membuat Evi penasaran nafas Jamilah makin lama makin cepat. Sebenarnya Jamilah merasakan perasaan yang aneh ketika tangannya diremas-remas oleh Evi di ruang tamu, pikirannya tiba-tiba merasa melayang dan ada rasa yang belum pernah ia rasakan yang sepertinya meledak-ledak ingin keluar dari dalam dirinya tetapi ia berusaha menahannya sehingga tanpa sadar nafasnya menjadi terengah-engah dan hal itu kembali dirasakannya ketika tangan Evi memijit-mijit pundaknya. Tanpa sadar tangan kanan Jamilah meremas-remas payudara kirinya dari luar pakaiannya, sementara tangan kirinnya menekan-nekan bagian vaginanya yang terasa berdenyut-denyut dari luar celananya.

Evi yang melihat aktifitas tangan Jamilah dari kaca riasnya tersenyum, rupanya sama saja kalo wanita sedang terangsang, tak beda antara orang alim dengan orang biasa. Evi pun menurunkan pijatannya pada lengan Jamilah, lalu tangan kanannya mulai meraba-raba payudara kanan Jamilah yang masih tertutup pakaian dari belakang. Wajah Jamilah yang terlihat relax menjadi bertambah ceria ketika merasakan remasan pada payudara kanannya, ia mendengar bisikan Evi yang lembut pada telinganya yang tertutup jilbab 'Biar aku puasin kamu Mil'. Suasana hening beberapa detik, keduanya saling tatap sebelum tiba-tiba Evi memagut bibir Jamilah yang mengadah ke depan itu. Jamilah tersentak kaget, dia melepaskan ciuman itu dan melotot memandangi Evi.
“Vi…kamu…mmmhh!” sebelum sempat menyelesaikan kata-katanya Evi sudah kembali menciumnya.
Jamilah sempat berontak dengan menarik jilbab Evi agar kepalanya menjauh selama beberapa saat namun ciuman dan belain Evi pada daerah sensitifnya membuat gairahnya naik, baru kali ini dia merasakan dan melakukannya apalagi dengan sesama jenis, dirasakannya kenikmatan yang berbeda yang menggodanya untuk meneruskan lebih jauh. Rangsangan dari dalam dirinya dan menyebabkan Jamilah pun akhirnya menyambut ciuman rekan pengajiannya itu. Lidah mereka bertemu, saling jilat dan saling membelit. Sementara itu tangan Evi meremas lembut payudara Jamilah dari luar, Jamilah sendiri sudah mulai berani mengelus punggung Evi, tangan satunya mengelus pantatnya yang masih mengenakan baju kurung. Keduanya terlibat dalam ciuman penuh nafsu selama lima menit, dan ciuman Evi pun mulai menjilati belakang lehernya.
“Sshhh…kurang ajar juga kamu Vi !” desisnya dengan nafas memburu.
Evi terus menciumi leher Jamilah sambil kedua tangannya membuka resleting di belakang baju muslim Jamilah dan mulai memelorotinya sehingga bra putih di baliknya terlihat, dia turunkan juga cup bra itu hingga terlihatlah sepasang gunung kembarnya yang membusung kencang. Jari-jari lentik Evi mengusapinya dengan lembut sehingga Jamilah pun hanyut dalam kenikmatan.

“Gimana Mil, asyik kan ? Kamu jadi tambah cantik kalau lagi horny gitu loh” Evi tersenyum nakal sambil memilin-milin kedua puting Jamilah.
“Mmhh…eengghh…udah dong Vi, sshh…ntar ada yang tau !” desah Jamilah merasakan kedua putingnya makin lama makin mengeras. Sambil menarik-narik jilbab Evi agar menjauh darinya
“Tenang, disini aman kok, ini kan rumahku, kita have fun sebentar yah !” jawab Evi Kemudian. Evi mencumbui payudara Jamilah, lidahnya menyapu-nyapu puting kemerahan yang sudah menegang itu, saat itu Evi mengetahui ukuran payudara Jamilah adalah 38 B dari bra yang berhasil ia lepaskan. Wajah Jamilah yang berjilbab hanya bisa mendongak dan mendesah merasakan nikmatnya. Tangan Evi sudah mulai memcoba menurunkan celana kulot Jamilah dan Jamilah pun mengangkat sedikit pantatnya agar Evi dapat dengan mudah menurunkan celana kulotnya hingga sebatas lutut dan Evi mulai merabai pahanya yang putih mulus itu.
“Hhhssshh…eeemmmhh !” Jamilah mendesis lebih panjang dan tubuhnya menggelinjang ketika tangan Evi menyentuh kemaluannya dari luar celana dalamnya.
Seperti ada getaran-getaran listrik kecil yang membuat tubuhnya terasa tersengat dan tergelitik saat jari Evi menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan menyentuh bibir vaginanya, daerah itu jadi basah berlendir karena sentuhan-sentuhan erotis itu.

Pada saat itulah. Birahi Jamilah tiba-tiba meledak, ciuman lembut itu, jilatan-jilatan halus itu, remasan dan cubitan halus itu, ohhh tak mampu ia tahan lagi. Jamilah menjadi sangat bernafsu. Diraih tubuh Evi dan dirapatkan ke tubuhnya, mendorongnya ke atas tempat tidur, menindih tubuhnya..., dan untuk pertama kalinya baginya..., sama-sama perempuan... mereka saling berpagut... mereka saling melumat bibir-bibir dan lidah-lidahnya. Jilbab mereka menjadi agak acak-acakan tetapi masih menempel pada kepala masing-masing. Kami langsung berguling di tempat tidur, dengan sangat agresif Jamilah merangsek Evi, ia mengangkat kain jilbab depan Evi dan lidahnya merambat ke leher Evi, kemudian kedua tangannya meremas-remas payudara Evi dari luar pakaiannya. Evi pun membuka baju kurungnya dan melepaskan bra serta celana dalamnya, hanya tinggal jilbab yang dikenakannya. Jamilah pun melakukan hal yang sama, ia membuka baju dan celana kulotnya kemudian melepaskan branya yang sudah merolot dan terakhir celana dalamnya. Jamilah mendekatkan wajahnya merangsek ke dada Evi..., lidahnya menari-nari dan bibirnya menggigit-gigit kecil kemudian menyedot puting-puting payudara Evi. Woooww..., birahi Evi pun semakin membara terbakarrrrrr...
‘Mil..., kamu pernah beginiiiii... Mil???’.
'Ooohhh.. hhheehh.. hhullppp...’, dia merintih dan terus meracau...

Evi sendiri tidak mampu lagi berfikir jernih, dielus-elus kepala Jamilah, jilbabnya yang tergerai agak susah lepas karena ada peniti di lehernya. Evi meraih jilbabnya mengikatkannya ke belakang lehernya, ia melakukan hal yang sama pada jilbab Jamilah yang sedang mengusel-usel payudara Evi yang sangat merangsang kenikmatan birahinya tidak menganggu... Evi menyaksikan kepala Jamilah seperti bergeleng dan bergeleng histeris, sepertinya ingin menekankan lebih dalam kulumannya pada payudara Evi yang ranum ini... Aiiiihhh..., binalnya kamu Milaaa...Evi menikmatinya dalam kepasrahan. Ia tak ingin menggangu badai nafsu birahi yang sedang melanda Jamilah... dibiarkan saat-saat tangan Jamilah mulai menyibak rambut kemaluannya. Disingsingkannya rambut tersebut, tangannya menjamah kemaluan Evi dan mengelusnya. Uh, halusnyaaa... Evi menggelinjang hebat, dan mulai mengeluarkan desahan yang tak lagi dapat ditahan-tahan. Kegelian dari permukaan vaginanya menjalar ke seluruh tubuhnya. Evi menggeliat-geliat. Jamilah semakin bersemangat. Tangannya berkali-kali mengibaskan jilbabnya agar tidak menghalangi pandangannya jari-jarinya mengelus bibir vagina Evi.

Dengan bibir yang terus melumat payudara Evi serta menggigit puting susunya, jari-jari Jamilah mempermainkan kelentitnya. Uhhh, rasanya Evi tenggelam dalam samudra kenikmatan yang tak terhingga... Geliat-geliat tubuhnya menggila disertai dengan rintihan yang disebabkan tak mampunya menerima kenikmatan yang datang melanda bak topan di lautan. Evi menjambak jilbab Jamilah hingga menjadi awut-awutan. Dan Jamilah pun semakin kesetanan. Jari-jarinya berusaha menembus lubang vagina Evi. Evi merasakan kegatalan sekaligus kenikmatan yang dahsyat. Bibir lubang vaginanya mengencang..., ingin ditembus tetapi malah merapatkan pintunya. Sungguh suatu ironi yang sangat. Kemudian Jamilah melepas kulumannya di payudara Evi. Tangannya membuka dan langsung menyorongkan payudaranya ke muka Evi.
“Vi, tolong yah…saya gak tahan !” pintanya sambil dua jarinya keluar masuk vaginanya.
Dorongan birahi yang tinggi menyebabkan Evi mendekatkan wajahnya ke payudara Jamilah, lidahnya pun menyentuh puting susu Jamilah yang merah merekah itu sehingga pemiliknya mendesah.
“Sshhh…uuummm….aaahhh !” desah Jamilah menikmati jilatan Evi pada payudaranya “Emmhh…yahh…disitu, terusin…aaahh !” desisnya lagi ketika Evi mengigit-gigit puting susunya.

Kini Evi dalam posisi merangkak di atas tubuh Jamilah yang telentang. Payudara keduanya bertemu dan saling menghimpit, keduanya berpelukan dan berciuman dengan sangat liar. Tak lama kemudian gelombang orgasme melanda keduanya, daerah selangkangan mereka semakin basah karenanya. Sesuatu yang hangat terasa di dalam kemaluan mereka, ya, cairan vagina.
Evi menyaksikan kepuasan tak terhingga pada Jamilah. Nafasnya tersengal-sengal. Akhirnya mereka berdua berpelukan erat sambil berciuman. Kedua payudara mereka saling menempel. Kedua kemaluan mereka juga saling menempel. Mereka berdua saling membelai punggung dengan halus. Evi menambahi dengan jari telunjuk tangan kanannya yang masuk mengocok lubang pantat Jamilah. Jamilah mengikutinya dengan juga memasukkan jari telunjuk tangan kanannya yang masuk mengocok lubang pantat Evi. Bibir mereka melepaskan ciuman dan keluarlah suara.. "Aaahhh... aaahhh... aaahhh..." Demikianlah keduanya mencapai puncak orgasme setelah memainkan lobang pantat masing-masing. Akhirnya mereka meraih orgasme..., mereka tidak tahu lagi bagaimana menahannya..., keduanya berguling saat orgasme itu datang..., kenikmatan dahsyat yang menimpa mereka membuat lupa diri..., berteriak histeris, meracau histeris... Caci maki dan umpatan kata-kata kotor penuh birahi keluar dari mulut mereka... Belakangan Evi mentertawakan Jamilah, dia bilang kamu yang cantik, ayu dan lembut serta alim ini bisa juga mengeluarkan kata-kata hina, seronok kasar dan kotor seperti itu... Evi membayangkan betapa kenikmatan telah melanda Jamilah hingga kata-kata yang sedemikian kotor itu begitu saja meluncur dari mulut cantiknya...

Itulah awal Evi dan Jamilah mengenal dunia lesbian. Sejak itu Evi dan Jamilah sering bercumbu. Saat suami Evi berangkat kerja, tak jarang permainan dilangsungkan di rumahnya atau di rumah Jamilah. Lama kelamaan mereka semakin banyak melihat perempuan yang cantik. Sesekali mereka, Evi dan Jamilah sepakat untuk mencari partner yang ke-3. Mereka ingin bercumbu bertiga. Dengan siapaaa yaaa...??? Kapaann yaaa...??? Jilbab dan baju muslim yang mereka kenakan tak menghalangi mereka untuk meneguk kenikmatan birahi yang mereka rasakan, bahkan Jamilah yang alim ternyata mempunyai kepribadian yang sangat mencengangkan. Mereka berdua sepakat menutup rapat kisah percintaan mereka di balik jilbab mereka.