Pada malam pertama aku di sana, keadaannya sungguh parah. Tanganku diinfus dan aku tidak bisa tidur karena ruangan itu banyak nyamuknya. Setengah mati aku berkeringat di tempat tidur tidak bisa bangun karena infus. Di situ setiap pagi dan sore badanku dilap oleh suster-suster di sana. Ada juga beberapa orang suster cantik yang melap badanku. Namun yang namanya orang sakit, walau diberi rangsangan apapun tetap saja tidak ada reaksi sehingga malam pertama sampai dengan malam ketiga, aku tidak merasakan gairah walaupun dilap badanku oleh salah satu suster cantik itu. Setelah malam pertama lewat dengan derita dikerubuti nyamuk, maka aku minta untuk dipindahkan di ruangan kelas 1.
Di situ ruangannya lebih nyaman, dengan adanya AC aku jadi tidak keringatan lagi dan dalam ruangan itu aku hanya berempat dengan pasien yang sepenyakit denganku. Dan yang lebih istimewa lagi, setiap tempat tidur pasien dikelilingi oleh kain kelambu. Selama hari kedua dan ketiga, aku berpikir bahwa tidak mungkin berjumpa dengan suster cantik yang di kamar kelas 2 itu, karena sepengetahuanku mereka berjaga sudah ditentukan tempatnya. Ternyata aku salah. Ketika menjelang pagi hari keempat, datanglah suster cantik yang kumaksud itu. Dia tersenyum kepadaku, demikian juga aku. Saat itulah aku berkenalan dengannya ketika dia kembali melap badanku. Di situ aku tahu bahwa dia bernama Susan dan sudah kurang lebih 1 tahun bekerja sebagai suster di sana. Keadaanku pada hari keempat sudah mulai membaik. Aku sudah tidak demam lagi dan sudah bisa turun ranjang walaupun masih harus membawa-bawa kotak infus. Dalam pikiranku saat itu adalah ingin cepat sembuh dan ingin cepat pulang. Siapa yang tahan berlama-lama di rumah sakit? Makanannya tidak enak dan ruangannya ramai sekali. Namun keinginan ini cepat sekali berubah pada malam harinya. Mengapa? Begini ceritanya..
Ketika saatnya dilap pada sore hari keempat, ternyata suster itu datang lagi beserta dengan perawat yang lainnya. Ketika dia melap badanku, aku perhatikan wajahnya dengan seksama sambil terus berbincang- bincang sehingga tanpa sadar, “adikku” yang di bawah telah mengeras sehingga agak menggunung. Begitu aku sadar, aku langsung melihat ke arah suster Susan, ternyata dia sedang memperhatikannya juga dan saat itu dia sedang melap pahaku, pantas saja jadi terangsang begitu. Kulihat dia berlagak cuek namun aku terus perhatikan dia. Ternyata ia benar- benar sedang memperhatikan selangkanganku dan bukannya sekilas saja. “Kenapa suster?” tanyaku berlagak bego. “Ah, ga pa-pa kok..” Hmm..
Gelagapan dia, pikirku. Aku mulai sengaja berpikiran yang jorok- jorok supaya “adikku” cepat bangun, dan ternyata berhasil. ‘Adikku’ makin besar saja sehingga menampakkan gundukan yang besar di celanaku. Kulihat Susan agak memerah mukanya melihat hal itu. “Kenapa suster?”, tanyaku sekali lagi. “Itu.. Anu..”, gelagapan lagi dia. “Suster kenapa?” sambil bertanya, kuraih tangannya lalu kuusapkan di selangkanganku. “Aduh, gak boleh begini.. Jangan sekarang”, katanya. “Lalu..? Nanti malam yah aku tunggu di sini”, jawabku sambil berbisik dekat sekali ke telinganya.
Demikianlah awalnya kenapa kemudian suster cantik yang bernama Susan itu datang pada malan harinya ke kamarku. Pada saat itu aku sudah tertidur lelap, maklum lagi sakit, perlu istirahat. Dan sekeliling ranjangku sudah aku tutup dengan kain kelambu putih. Sehingga kedatangan suster Susan agak sedikit mengagetkanku.
Waktu itu pukul 1 pagi. Aku tersentak terbangun kaget karena merasa ada yang aneh di sekitar selangkanganku. Ternyata ketika aku sadar, Susan sudah asyik dengan pekerjaan barunya di situ, yaitu menjilati dan mengulum kontolku. Rupanya ini yang membuatku terbangun dan terasa nikmat. Susan mengulum kontolku sambil duduk di kursi di samping kiri ranjang. Kursi itu memang disediakan untuk pengunjung. Sudah tidak dapat dielakkan lagi, malam itu akan terjadi permainan yang nikmat antara aku dan suster Susan. Dengan ranjang yang ditutup dengan kain putih, dengan tanpa suara, kami melakukan persetubuhan itu. Kami melakukannya dengan sangat pelan sekali supaya tidak menimbulkan suara-suara yang mencurigakan. Kami berdua sama- sama mengerti bahwa di sebelah masih ada pasien yang butuh istirahat. Aku pun mengelus-elus kepala Susan dengan kedua tanganku sambil menikmati ciuman dan kuluman mulutnya pada kontolku. Saat itu perasaan yang kuterima sungguh sukar untuk dilukiskan. Betapa nikmatnya permainan oral yang dilakukan oleh Susan. Ia menjilati ujung kontolku dengan lidahnya lalu turun ke batang dan ke buah pelirku. Ia memainkannya dengan lembut dan penuh perasaan. Berkali-kali dia melakukan itu naik turun.
Aku hanya bisa menerima sensasi nikmat itu dengan memejamkan mata sambil sekali-kali menggelinjang kegelian. Kemudian ia memasukkan seluruh kontolku ke dalam mulutnya, sungguh rasa yang luar biasa, dengan tiba-tiba kontolku merasakan kehangatan yang berbeda sama sekali bercampur dengan rasa geli. Sungguh permainan yang luar biasa dari Susan. Tapi aku tidak mau kalah dengan dia, tanganku mulai berjalan di sekitar dadanya mencari-cari yang harus dicari yaitu payudara Susan. Begitu terasa, langsung saja aku remas-remas payudaranya dari luar bajunya. Agaknya dia memang sudah tidak tahan lagi sehingga sambil tetap mengulum kontolku, ia membuka baju susternya sendiri yang ternyata di dalamnya sudah tidak memakai alat pelindung dada yang bernama BH. Ciuman Susan langsung berpindah tempat, berjalan ke atas menyusuri seluruh badanku dan membuka bajuku. Dadaku, perutku, putingku, semua dia cium dan jilat tanpa ada yang ketinggalan. Aku memeluk dia erat-erat karena rasa nikmat yang bercampur aduk yang ada dalam diriku. Sampailah akhirnya bibir kami berpadu menjadi satu. Ciuman kami begitu dahsyat dan membara. Lidah kami saling membelit, saling menyedot, sehingga menimbukan suara-suara berdecak kecil. Sambil terus memeluk tubuh Susan, aku menjalankan tanganku ke daerah pantatnya.
Aku meremas-remas pantatnya dan menekan-nekannya ke arah selangkanganku dan akhirnya aku membuka rok pakaian kebesaran seorang suster. Ternyata.. Dia juga tidak memakai celana dalam lagi! Langsung saja kontolku bergesekan dengan memeknya namun belum sampai masuk. Namun gesekan itu ternyata memberikan sensasi yang cukup membuat suster Susan terlihat menggelinjang keenakan.
Tidak henti- hentinya suster Susan mendongakkan kepalanya dan membuka mulutnya namun tidak sampai menimbulkan suara yang menandakan bahwa ia telah sangat terbenam jauh dalam lautan kenikmatan yang sedang kami arungi. Selama permainan tadi, posisi suster Susan menindih badanku sehingga aku kurang leluasa dalam mempermainkan payudaranya. Akhirnya kemudian aku menyudahi posisi itu dan meminta suster Susan untuk duduk di pinggiran ranjang. Kemudian aku turun dan mengangkat sebelah kaki suster Susan sambil memegang kontolku dan mencoba untuk menancapkan kontolku ke dalam memeknya. Dapat aku lihat ekspresi suster Susan yang sayu dan pasrah menikmati suasana ketika kontolku telah aku tancapkan ke dalam selangkangannya, dan aku kocokkan dengan pelan-pelan. Untung saja ranjang yang aku tempati tidak menimbulkan bunyi berderit ketika kami saling menggoyangkan selangkangan kami. Meski demikian, kami tetap menjaga frekuensi goyangannya agar jangan sampai ketahuan. (Kami tidak mau mengambil resiko tertangkap basah waktu sedang melakukannya, kan?) “Oh.. Tomi.. Damn its good..!” lirih suaranya di telingaku. “Ohh.. Its good.. Baby.. Uhh..” Mendengar lirihan suaranya makin membuatku bertambah nafsu dan terus menggenjot selangkangannya. “Ohh.. Shitt.. Achh..” “Fuck me hard Tom, harder.. Achh” Demikianlah lirih suara suster Susan di telingaku ketika kami sedang asyik menggoyang selangkangan kami dan saling berpelukan.
Saat itu kami sudah tiduran lagi, kali ini posisiku di atas posisi suster Susan dan kedua tanganku memegang erat kedua tangannya dengan posisi tangannya di atas kepala. Di situ dapat aku lihat betapa suster Susan melempar kepalanya ke kiri dan kanan dan terkadang mendongakkan kepalanya tanpa menimbulkan suara dari mulutnya. Pemandangan ini sungguh membuat aku tambah bergairah dan terus menggenjot mem suster Susan dengan bersemangat. Aku kemudian menciumi telinganya, dan seluruh mukanya aku jilat dengan lidahku tanpa terkecuali. Sampai akhirnya aku menciumi lehernya dan menggigit serta menjilat lehernya. Tanganku juga masih terus melancarkan serangan gerilya ke daerah dadanya. Dada suster Susan tetap aku remas-remas, dan aku pelintir dengan jari tanganku. Kadang-kadang aku usapkan saja tanganku di atas puting susunya. Hal itu tentunya menambah gairah suster Susan karena kemudian dia memintaku untuk mengulum puting susunya. Aku memenuhi permintaan dia dan langsung mencium seluruh dadanya kedua-duanya. Berbagai macam hal aku lakukan pada payudaranya, aku cium, aku usap, aku jilat, aku kulum, bahkan aku gigit kecil. Seluruh payudara suster Susan aku coba masukkan ke dalam mulutku – tidak muat memang – lalu aku sedot dalam- dalam dengan sekuat tenaga sehingga mengakibatkan tubuh suster Susan bergetar dengan dahsyat. Apakah dia sudah mencapai klimaksnya? Belum, ternyata reaksi itu timbul karena suster Susan amat sangat menikmati permainan yang aku berikan tersebut. Sekarang aku akan memasukkan kembali kontolku ke dalam liang mem suster Susan karena tadi sempat keluar akibat aku memainkan payudaranya dengan penuh nafsu. Sensasi yang diberikan ketika kontolku mulai masuk ke dalam memeknya masih tetap sama yaitu sangat nikmat sekali. Langsung saja mulai dari situ aku tancap gas dengan menggoyang pinggulku dengan kecepatan yang tetap dan kadang- kadang aku percepat dan aku perdalam hunjaman kontolku ke dalam mem suster Susan sehingga tidak berapa lama kemudian.. “Ahh.. Im cumin!” “Occhh.. Me too..”, rupanya suster Susan juga telah mencapai hasratnya yang terpendam.
Akhirnya setelah kurang lebih satu jam, berakhirlah permainan itu dengan keluarnya cairan cinta kami berdua di dalam liang kenikmatan Susan. Badanku terasa lemas tapi lega sekali. Untuk sejenak aku berbaring menindih tubuh Susan. Beberapa menit kemudian aku bangun dan membersihkan tubuh dan memakai baju kembali, demikian juga dengan Susan yang segera memakai baju susternya kembali. Selama hampir seminggu aku beristirahat di rumah sakit itu dengan ditemani oleh suster Susan pada malam harinya. Pada malam terakhir aku di rumah sakit, kami saling bertukar nomor HP karena kami sama- sama menyadari bahwa kami menginginkan hal itu terjadi lagi di lain kesempatan.
Bercinta dengan suster
5/
5