Kuciumi vaginanya, dia masih memakai CD

cerita seks indo

Suatu ketika salah satu mesin pabrik rusak. Padahal jika mesin mati satu, target produksi pasti bakal tidak terpenuhi. Biasanya sih ada di bagian divisi pembelian CQ bagian gudang, cuma tidak tahu kenapa stock spare part mesin itu tidak ada di gudang spare part. Aneh kupikir. Akhirnya aku minta staf divisi pembelian untuk order spare mesin ke supplier langganan pabrikku. Pokoknya kubilang, besok siang spare part itu harus sudah ada.

Walaupun pihak supplier belum bisa mengatakan sanggup, soalnya barang itu mesti pesan dulu ke Jepang. Biasanya paling cepat satu minggu. Karena aku tidak sabar, akhirnya kutelepon ke suppliernya. Padahal ini bukan wewenangku secara langsung, tapi kupikir ini inisiatifku sendiri. Di telepon aku minta, itu barang harus bisa datang paling lambat 2 hari (nggak masuk akal kupikir!). Waktu itu yang menerima cewek (wah suaranya oke punya!), tapi waktu itu aku tidak peduli mau cewek, mau cowok pokoknya yang ada dalam pikiranku barang itu harus ada secepatnya. Maklum ini untuk order ekspor. Besoknya kutelepon lagi, yang mengangkat cewek (yang kemarin kali ya?). Terus kubilang kapan kepastiannya, dia bilang lusa barang dijamin ada. Oke kupikir.

Lusanya memang barangnya sudah sampai di pabrikku. Waktu itu barang diantarnya pagi sekitar jam 10.30. Mesin yang rusak disetting ulang oleh bagian Maintenance/Montir. Jam 12.30 aku istirahat dulu sambil makan siang bersama dengan manager lainnya. Setelah makan siang, aku iseng-iseng telepon ke tempat supplier, siapa tahu yang mengangkat cewek itu. Biasa, namanya juga laki-laki. Ternyata cita-citaku tercapai, yang mengangkat ternyata dia. Singkatnya akhirnya aku tahu nama cewek itu. Namanya Vera. Feelingku mengatakan, pasti Vera orangnya cantik. Akhirnya lama-lama aku jadi sering menelepon Vera. Biasanya sih saat waktu istirahat. Bla.. bla... bla.... ternyata Vera satu almamater denganku cuma beda fakultas, dan wisudanya juga bersamaan denganku. Tapi kan dulu, aku tidak tahu. Oh iya, ternyata juga dia memberi tahu kepadaku bahwa dia itu Chinese, dan aku juga kasih tahu dengan dia bahwa aku orang pribumi.

Hampir sebulan aku hanya saling menelepon dengan dia, seringnya sih di kantor. Selama ada fasilitas kantor kumanfaatkan saja. Akhirnya aku punya inisiatif buat mengajak dia ketemu denganku. Daripada ngobrol ngalor ngidul tidak karuan. Tadinya sih dia tidak mau, takut mengecewakan kali ya? Ah, kalau aku sih PD saja lagi. Aku juga nggak jelek-jelek amat sih. Setelah aku melobi dia, kutetapkan hari dan tanggalnya, kalau tidak salah tanggal 18 September 1999. Di hari H-nya kujemput dia jam 5 sore, soalnya dia pulang kerja jam 5 sore. Waktu itu aku ijin pulang jam 4 sore ke Factory Managerku, alasannya keperluan keluarga. Sebelumnya kutelepon dulu ke kantor Vera, kujemput dia pakai mobil Lancer Evo IV D 234 XX silver smoke. Biar dia tidak kebingungan mencariku. Aku juga diberi tahu juga alamat kantornya. Akhirnya aku masuk ke pelataran parkir kantor Vera di daerah Kopo. Kulihat satu persatu karyawan yang bubaran, maklum kompleks Ruko. Kuparkir mobilku tepat di mulut pintu PT X, tapi jaraknya dari pintu sekitar 15 meter. Akhirnya aku melihat tinggal cewek sendirian lumayan cantik melihat mobil yang warnanya silver smoke. Kupikir itu pasti Vera. Aku juga bingung mau ngapain, turun atau diam di mobil saja. Norak sekali aku nih! Bodohnya keluar. Habis aku belum pernah kenalan dengan cara begini. Ah... lebih baik aku samperin saja.

Astaga, cantik sekali si Vera. Asli cantik sekali! aku nggak bohong. Kulitnya putih (khas Chinese), tingginya kira-kira 165 cm, cukup tinggi untuk ukuran cewek, rambutnya pendek di atas bahu, warna rambutnya hitam kecoklat-coklatan, matanya juga coklat, wah... seksi sekali, dia memaakai stelan blazer merah, dan bawahannya dia pakai celana panjang, dengan juga warnanya (satu stel deh pokoknya). Kontras dengan warna kulitnya yang putih. Umurnya beda setahun di bawahku. Ukuran yang lainnya seperti BH ukurannya 38B. Lumayan besar. Terus bagian pantatnya lumayan sekal dan besar kenyal.

"Hai..." kataku.
"Yudi ya?" katanya sambil salaman denganku.
"Iya..." kataku lagi.
"Ke mobil aja yuk... " kataku lagi.
Akhirnya kami berdua masuk ke mobil. Kutanya dia sekarang mau ke mana? waktu itu sekitar jam 17.15-an. Ternyata kalau sudah ketemu pada diam-diaman, padahal kalau kami ngobrol via telepon seperti yang sudah kenal belasan tahun.

Selama perjalanan aku nggak mengerti mau ngapain, wangi parfumnya membuat aku mabok. Yang akhirnya kutahu dia pakai parfum produk Lancome. Sepertinya ini anak high class kalau tidak mau dibilang jet set. Dari awalnya kenalan aku tidak pernah untuk ngeseks dengan Vera. Ah.. sayang sekali kalau belum-belum aku sudah nakal, bisa-bisa dia mabur duluan. Akhirnya kuarahkan mobilku ke arah Jl. Setiabudi terus belok kiri, sampailah aku di cafe "The Peak". Cafe mewah kawasan elite Bandung Utara. Lumayan mahal untuk ukuranku. Tapi aku belagu saja, seperti yang sudah sering ke situ. Pokoknya aku ngobrol dengan dia sambil berhadap-hadapan, sesekali aku melihat pemandangan kota Bandung yang sudah mulai dihiasi lampu-lampu. Asyik sekali, ini mungkin yang bikin cafe ini mahal. Kata teman-temanku cafe ini mahal karena "beli suasana". Di situ aku ngobrol-ngobrol sampai jam 20.30. Senyumnya itu lho, bikin dia semakin cantik saja.

Akhirnya kuantarkan Vera pulang, rumahnya di kompleks perumahan elit di jalan Sukarno-Hatta (By Pass), biasanya yang menempati orang-orang Chinese kaya raya. Kaget juga sih aku, ternyata Vera anak orang kaya. Sampai juga aku di depan rumahnya. Astaga, rumahnya besar sekali. Kulihat mobil yang parkir di halaman rumahnya, BMW 528i. Katanya sih punya kakaknya. Pasti di garasinya ada lagi mobil bapaknya, dan benar yang di dalam garasi mobil bapaknya. Mercedes SL 500 (?), tipe yang dipakai Lady Di waktu kecelakaan dulu, kalau kupikir sih mobil yang seperti itu masih sedikit yang berkeliaran di Bandung.

Sesudah mengantar Vera, aku akhirnya pulang ke rumah inventarisku di bilangan Setra Duta. Sambil pulang aku berpikir, aku punya resiko besar buat pacaran dengan Vera. Resiko yang paling tinggi adalah ras. Kalau orangtuanya tahu, si Vera bergaul denganku yang notabene pribumi asli. Wah bisa celaka aku. Ah... cuek saja. Gimana nanti. Pokoknya the show must go on!

Besoknya, pagi-pagi dari kantor kutelepon ke kantor dia, yah.. buat say hello. Ternyata responnya positif. Tadinya sih takut dia kecewa setelah melihatku, atau dia yang berpikir begitu. Nggak tahu sih aku juga. Akhirnya aku jadi sering jalan dengan Vera. Jalan-jalan. Biasanya sih hari minggu, habisnya kalau hari biasa aku dan dia juga tidak selalu bisa. Oh iya, hari Sabtu aku dan dia nggak libur. Apalagi aku harus sering lembur.

Semakin aku sering ketemu dengan dia, aku jadi sayang dengan Vera, dan Vera juga begitu. Aku tahu Vera sayang denganku, soalnya dia juga bilang kok ke aku. Aku bertekad untuk menjadi pacarnya. Tapi ini semua hanya impianku. Suatu hari Vera bilang kepadaku, bahwa dia sudah cerita tentangku ke bapaknya dan ibunya. Dan sudah bisa kuduga sebelumnya, aku tidak diperkenankan berhubungan dengan dia lagi. Benar, kejadian deh. Waktu itu aku protes dengan Vera, cuma akhirnya aku juga mesti mengerti sama dia dan keluarganya juga.

Tapi aku salut dengan keberanian Vera untuk tetap berhubungan denganku. Dia tidak mau mengecewakanku. Dan itu memang terjadi selama kurang lebih 7-8 bulanan, istilahnya sih backstreet. Hari minggu kuajak jalan Vera, dan ternyata dia tidak menolak. Aku jemput dia di rumahnya, kebetulan orangtuanya sedang ke Jakarta, yang ada cuma kakaknya dengan pembantunya. Aku pergi makan siang di Miyazaki Dago. Pokoknya di situ kami ngobrol lagi. Aku tidak ingat apa yang kita bicarakan saat itu. Setelah bayar, kami langsung pergi. Aku bingung, mau dibawa ke mana ini anak. Akhirnya kutawarkan ke Vera main ke rumah inventarisku. Sesudah sampai kami langsung duduk di sofa, di ruang tengah, nonton film di RCTI, habis kalau VCD terus bosan. Kami duduk dekat banget. Aku duduk di sebelah kanan Vera. Kupegang tangannya dan kuelus sampai pangkal lengannya, sambil aku pura-pura nonton film. Ternyata dia diam saja.

Akhirnya kuberanikan diri untuk mencium pipi kanannya. Kupikir kalau dia keberatan paling-paling menamparku. Itu resikoku. Tapi sekali lagi dia hanya diam dan dengan matanya yang coklat menatapku penuh arti, yang artinya aku juga nggak tahu. Ingin dicium lagi kali, he he he. Kucium pipi kirinya, dan dia juga menciumku. Terus kucium dahinya, matanya, hidungnya dan terus ke bibirnya. Aku senang juga soalnya dia bilang bibirnya masih perawan, belum pernah dicium oleh laki-laki lain selain olehku barusan (aku percaya saja).

Lama-lama kulumat juga bibirnya, lidahku kumasukkan ke mulutnya dengan setengah memaksa. Mungkin benar kalau dia belum berpengalaman. Lidahku dengan lidah Vera mulai bersentuhan, kuhisap lidahnya dan dia juga gantian menghisap. Habis itu bibir bagian bawahnya kukulum habis-habisan dan di saat yang bersamaan Vera juga mulai mengulum bibirku di bagian atas. Kami melakukan kegiatan itu kira-kira 1/2 jam. Lama juga. Sesudah itu aku mulai mencium sambil menjilat lehernya yang putih bersih dan merangsang tentunya. Pokoknya aku melakukannya dengan sangat pelan, biar dia juga lebih menikmati. Dan kebetulan dia memakai kemeja. Sampai akhirnya kucium di bagian bawah lehernya, ingin lebih bawah lagi sih. Cuma mentok di kancing bajunya. Terus kubuka kancing yang mengganggu itu, dia tidak menolak. Kuciumi lagi, sejak tadi tanganku belum bergerilya, paling memegang tangannya. Aku tipe laki-laki sopan sih, nggak langsung tancap gas.

Dia hanya merem saja menikmati ciumanku sambil kadang-kadang mendesah, keenakan barangkali. Akhirnya semua kancing bajunya sudah kulepas, dia memakai BH warna cream (warna standard). Kulit perutnya putih sekali, bikin aku panas saja. Waktu itu BH-nya belum kubuka, seksi sekali dia dalam keadaan begini. Susunya tidak terlalu besar, menurutku sih cukup proporsional. Pas deh. Ukurannya aku tidak tahu, peduli amat. Yang penting masih bisa diremas.

"Ver..., kulepas ya..." kataku pelan-pelan, persis di samping telinganya. Dia tidak menjawab, cuma mengangguk. Matanya yang sayu menatapku. Akhirnya begitu sudah kulepas BH-nya, kuciumi puting susunya yang berwarna merah kecoklatan. Aku ciumi puting yang sebelah kiri, sambil tangan kananku meremas dengan lembut susunya yang sebelah kanan, tidak lupa kupilin-milin puting susunya. Kulakukan ini bergantian, susu yang kiri dan yang kanan. Kadang sesekali kulumat bibirnya. Ternyata, dia membalas dengan dahsyat. Padahal baru pertama kali. Desahannya semakin menjadi-jadi, merangsang sekali! Kembali lagi kuciumi susunya sambil terus ke bawah, ke perutnya, di situ kucupang habis-habisan. Banyak sekali stempel warna merah yang kubuat, kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih bersih. Karena tempat di sofa kurang lebar, akhirnya kuminta dia pindah ke karpet/permadani di bawah. Lebih lega dan lebih nyaman. Terus kuciumi lagi bibirnya, dia juga balas lebih gila lagi. Wah, muridku sudah pintar nih he.. he.. he.

Waktu itu aku masih memakai pakaian lengkap, aku memakai Polo Shirt. Sedangkan Vera sudah telanjang dada. Jadi ya biar adil akupun telanjang dada. Aku juga tidak malu karena tubuhku lumayan atletis, hasil fitnes selama setahun. Habis itu kuciumi lagi bibirnya, aku menelusuri ke leher, ke pundaknya, pokoknya tidak semili pun yang lolos dari jilatan dan ciumanku. Terus kuciumi lagi puting susunya, sambil kuremas-remas. Semakin diciumi, nafasnya semakin tidak beraturan, sambil aku sekali-sekali melihat ke arah dia, mukanya jadi merah sekali (seperti orang Jepang di musim salju) bibirnya juga yang agak membuka, seksi sekali. Benar lho, aku tidak mengarang!

Puas menciumi susunya, terus aku turun ke perutnya. Yah, mentok di celana jeans-nya. Kubuka saja, pasti dia tidak akan menolak kok. PD pokoknya. Akhirnya kancingnya kubuka, terus ritsluitingnya kubuka sampai habis. CD-nya sudah kelihatan sebagian, tipis, warnanya cream juga. Kuciumi pinggangnya, sambil jeans-nya kutarik pelan-pelan ke bawah. Mengerti juga dia, sambil mengangkat pantatnya, akhirnya kulucuti celananya. Pahanya itu, membuat laki-laki terangsang melihatnya. Apalagi sekarang si Vera cuma pakai CD saja. Busyet deh! Bulu kemaluannya tidak terlalu lebat, tipis-tipis saja tuh, pokoknya nikmat dilihat. Kuciumi di atas CD-nya, terus akhirnya semakin ke bawah. CD-nya sudah basah sekali. Kuciumi vaginanya, dia masih memakai CD. Sengaja aku tidak langsung melepasnya, sensasinya lain. Pokoknya slowly saja. Akhirnya kulepas juga CD-nya, si Vera sendiri sejak tadi cuma mendesah-desah tidak karuan, tapi nggak dibuat-buat lho. Begitu dilepas, langsung saja kuciumi dan jilati vaginanya, baunya khas dan rasanya gitu-gitu juga. Penisku sudah tegang sekali, terus kubuka saja jeans-ku. Aku ragu juga sih, apa dia mau kusetubuhi. Tapi akhirnya aku minta persetujuannya dulu. Walaupun ini semua tanpa proses oral. Bagiku tidak jadi masalah, lebih nikmat main saja langsung.

"Ver... masukin?" kataku deg-degan. Kalau ditolakkan malu juga. Ternyata dia mau juga. Wah asyik juga nih. Aku akhirnya bisa main dengan si Vera yang cantik. Padahal tadinya sih saya tidak bernah berpikr ke arah situ. Paling maksimal petting, seperti mantan-mantanku yang dulu. Akhirnya pelan-pelan pahanya kukangkangin, dan penisku yang sejak tadi sudah tegang sekali mulai memasuki vaginanya. Susah sekali, masih perawan kupikir. Pelan-pelan dan sedikit-sedikit kutekan kepala penisku, terus dan terus.... "Ahh.... sakit Yud...." kata Vera antara setengah sadar dan tidak kepadaku.

Akhirnya masuk juga seluruh batang penisku yang panjangnya sekitar 17 cm (lumayan lah untuk ukuran standard orang Indonesia). Terus kukocok penis ke dalam vagina si Vera, nikmat sekali vagina si Vera. Sambil kukocok terus, kuciumi bibirnya, of course dia juga membalas menciumku dengan sangat ganas. Sepertinya kulihat Vera sudah mau orgasme, sambil terus menyebut namaku.

"Tahan ya Ver, aku juga udah mau keluar", kataku. Kira-kira setelah menyetubuhinya sekitar 15 menit. Lama-lama si Vera sudah tidak tahan, aku juga sudah tidak tahan. Spermaku sudah siap menembak. Kuambil keputusan yang singkat waktu itu, kubuang saja ke dalam vaginanya. Paling-paling juga hamil. Yang ternyata tidak! Akhirnya aku dan Vera sama-sama sampai klimaksnya, barengan lho. Sensasinya benar-benar tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Aku langsung dekap tubuhnya, kucium bibirnya, mesra sekali. Penisku sengaja belum kucabut, kubiarkan saja mengecil sendiri di dalam vaginanya.

Aku bisikan di telinga Vera, "Wo ai ni, Ver..." kataku sok Mandarin. Vera hanya tersenyum sambil mencium bibirku. Aduh mesra sekali. Sambil menulis ini aku jadi ingat kejadian itu. Sesudah itu aku dan Vera beres-beres. Kulihat acara di RCTI acaranya waktu itu Clear Top 10, wah lama juga aku bercinta dengan dia.

Kejadian ini berlangsung terus sampai kira-kira 5 kali di tempat yang sama. Orang tua Vera tidak tahu terhadap perbuatan anaknya. Maklum, Vera membohongi terus, demi kepingin ketemu aku atau mungkin juga ingin ML denganku. Walaupun aku telah merawaninya hari Minggu itu, tapi hubungan kami belum bisa dianggap sebagai pacaran. Kalau aku sih menganggap dia pacarku, tapi dia masih belum menganggapku pacarnya, takut sama orangtuanya. Kupikir Vera itu HTI (Hanya Teman Intim / Hubungan Tanpa Ikatan).

Pembaca, akhirnya suatu waktu di akhir bulan April 2000, Vera bicara kepadaku, bahwa dia capai dengan keadaan ini. Mesti membohongi orangtuanya, kalau pergi denganku juga tidak tentram, takut ketahuan saudaranya kalau sedang jalan-jalan denganku. Waktu itu aku belum bisa menerima, dan aku protes. Dia bilang, sebenarnya dia sayang sekali padaku, tidak mau kehilangan aku, tidak mau meninggalkan aku, aku yang pertama buat dia... tapi dia tidak sanggup menghadapi semua ini. Yang jelas lingkungan dia dan lingkungan pergaulanku lain. Ternyata semua tinggal kenangan. Aku tidak pernah menyinggung soal keperawanan dia, nggak etis.